KPAI : SPN Dirgantara Batam Kembali Berulah, Siswa Dikurung Dalam Sel

Tim KPAI dan KPPAD Kota Batam saat turun di SPN Dirgantara Batam (Istimewa)

TELISIKNEWS.COM,BATAM – Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) dan KPPAD Kota Batam menerima laporan dari 10 orang tua peserta didik yang anaknya mengalami peningkatankekerasan di SPN Dirgantara kota Batam.

Kekerasan yang dialami berupa pemenjaraan atau dimasukan ke dalam sel tahanan, ditampar, ditendang, dan lain-lain. Siswa yang dihukum dengan dimasukan sel tahanan bisa sampai berbulan, tergantung kesalahan yang dilakukan peserta didik tersebut

Bacaan Lainnya

“Peserta didik yang melakukan pelanggaran disiplin di masukan ke sel penjara tersebut, seorang siswa bisa dikurung berminggu-minggu bahkan berbulan tergantung kesalahannya dan dianggap sebagai konseling. Selain itu,  anak-anak juga hukuman fisik seperti pemukulan, bahkan ada korban yang rahangnya sampai bergeser,”ungkap Retno, Komisioner KPAI.

Dari pengaduan 10 orangtua siswa tersebut, KPAI melakukan koordinasi dengan Inspektorat Jenderal KemendikbudRistek untuk pengawasan dan penanganan kasus kekerasan di satuan pendidikan tersebut, mengingat  Menteri Nadiem sudah bertekad akan mencegah dan menangani tiga (3) dosa di pendidikan, yaitu  Kekerasan, Kekerasan Sekual dan Intoleransi.

“KPAI mengapresiasi Itjen KemendikbudRistek yang merespon sangat cepat pengaduan dari KPAI. Rapat koordinasi daring segera dilakukan dan sepakat untuk melakukan pengawasan langsung ke lapangan, bahkan pengawasan  dilakukan tim gabungan yang terdiri dari Itjen KemendikbudRistek, KPAI, KPPAD Batam, KPPAD Provinsi Kepri dan Maarif Institute,” ungkap Retno dalam siaran persnya, Kamis (18/ 11/ 2021).

Tim KPAI saat berfoto depan SPN Dirgantara Batam (Istimewa)

Menurutnya. kasus ini bukan yang pertama terjadi, pada tahun 2018, KPAI  dan KPPAD Provinsi Kepri pernah menerima laporan kekerasan terhadap peserta didik yang dilakukan oleh pihak sekolah, yaitu SPN Dirgantara Kota Batam.

Siswa SMK Penerbangan atau SPN Dirgantara Batam, orang tua dari peserta didiknya yang berinisial RS. RS  mengaku mendapat perlakuan tidak semestinya sejak Kamis (6/9) lalu. Dia mengaku dipenjara di sekolahnya, sebelum akhirnya dijemput oleh Komisi Perlindungan Perempuan dan Anak Daerah (KPPAD) Provinsi Kepulauan Riau, pada Sabtu (8/9/2018).

“Bahkan sebelum di tahan dalam sel sekolah, RS yang hendak naik pesawat dari Bandara Hang Nadim hendak menuju Surabaya (Jawa Timur) di tangkap Pembina SPN Penerbangan Batam berinisial ED dengan tangan di Borgol dan kemudian dimasukan sel tahanan di sekolah, dan mengalami kekerasan fisik,” ujar Retno.

Pada saat peristiwa tahun 2018, KPAI,  KPAD,  Kompolnas dan Polres Batam bersama-sama mendatangi lokasi sekolah. Ternyata di sekolah itu ada ditemukan ruang sel tahanan.

Sebelumnya, Kompolnas juga bertemu Wakapolda Kepri terkait dorongan untuk pemeriksaan terhadap oknum polisi ED (Pembina SPN Dirgantara) dan penegakan disiplin jika terbukti bersalah.

“Keterangan dari Propam Polda Kepulauan Riau bahwa ED di proses hukum di Pengadilan Negeri dengan pidana 1 tahun penjara dan sanksi etik berupa Demosi atau dipindah tugaskan ke Pulau Natuna,” ujar Retno.

Namun, pada Oktober 2021 kasus serupa kembali terjadi dan korbannya ada 10 peserta didik. Kesepuluh orang tua sempat melapor ke Dinas Pendidikan Provinsi Kepri dan juga membuat pengaduan ke KPAD Kota Batam. “Pihak Disdik Provinsi Kepri datang ke sekolah dan memerintahkan anak-anak dilepaskan dan dikembalikan ke orangtuanya.

“Hal ini mengindikasi bahwa pihak Dinas Pendidikan Provinsi Kepulauan Riau telah mengetahui pemenjaraan dan kekerasan yang diterima oleh sejumlah peserta didik di SPN Dirgantara. Namun, sama sekali tidak memberikan sanksi pada sekolah sehingga tidak ada efek jera”, tegas  Retno.

Adanya kasus terbaru ini, KPAI dan KPPAD Batam menerima bukti 1 video dan 15 foto yang  diduga merupakan peserta didik di SPN Dirgantara Batam yang mengalami pemenjaraan di sel tahanan sekolah, ada yang tidak diikat, namun ada 2 peserta didik yang di rantai di leher dan di tangan.

Sepuluh foto menampakan gambar ada 4 anak di dalam ruangan tahanan yang sempit, beralaskan karpet berwarna biru dan ada 1 dipan dengan Kasur yang tidak diberi alas. Anak-anak tampak bertelanjang dada karena ruangan sempit dilantai. Wajah keempat anak terlihat tertekan dan tak banyak bicara.

Rekaman video yang didapatkan, merekam kejadian ketika anak-anak tersebut dibebaskan oleh pihak Dinas Pendidikan Provinsi Kepulauan Riau. Terdengar suara yang diduga pejabat Dinas pendidikan yang disebut sebagai pak Kabid (Kepala Bidang), yang tampak marah karena penahanan tersebut dianggap tidak manusiawi dan tidak sesuai dengan nilai-nilai Hak Asasi Manusia.

Ada 4 foto lagi yang terbilang sadis, menurut informasi yang  di terima, peristiwa dalam foto tersebut terjadi sekitar tahun 2020.

“Dalam 2 foto tergambar 2 anak yang tangannya di borgol sebelah sehingga keduanya harus terus berdekatan karena diikat dengan satu borgol masing-masing tangannya kanan/kirinya. Lebih mengenaskan, salah satu anak juga dirantai lehernya seperti binatang”, ungkap Retno.

Retno menambahkan “Pada 2 foto  lagi terlihat 3 anak laki-laki sedang berdiri di baik jeruji sel tahanan yang diduga adalah sel tahanan yang berada di SPN Dirgantara, ketiganya bahkan menggunakan seragam seperti tahanan, berwarna oranye”,

“KPAI mengecam segala bentuk kekerasan di satuan pendidikan, sekolah seharusnya menjadi tempat yang aman dan nyaman bagi peserta didik. Lembaga pendidikan seharusnya menyemai nilai-nilai demokrasi dan penghargaan atas hak asasi manusia. Segala bentuk kekerasan atas nama mendisiplinkan seharusnya tidak boleh dilakukan”, pungkas Retno.

Pengawasan langsung ke Batam dilakukan pada 16-19 November 2021. Pada hari pertama, tim gabungan langsung melakukan pertemuan dengan sejumlah orang tua dan peserta didik yang mengalami kekerasan fisik dan di penjara dalam sel tahanan sekolah di lantai empat (4).

Pada hari kedua, Tim gabungan melakukan pengawasan langsung ke SMK/SPN Dirgantara yang merupakan Rumah Toko (Ruko). Kalau berdasarkan Standar sarana prasarana pendidikan, semestinya gedung sekolah tidak diperkenankan berada di Ruko.

Pada tahun 2018. Saat KPAI mendatangi SPN Dirgantara, sel tahanan berada di lantai dasar dan saat kedatangan KPAI dan Kompolnas, sel tersebut sudah dibongkar. Namun, sel serupa kemudian dibangun kembali di lantai 4 gedung sekolah.

Hasil pengawasan membuktikan bahwa sel tahanan di lantai 4 gedung SMK Swasta Dirgantara atau SPN Penerbangan kota Batam benar adanya. Sel tersebut luasnya hanya sekitar 3×2 meter persegi.

Bukan hanya itu, sebagian pendidik yang mengajar juga tidak sesuai dengan standar nasional pendidik dan tenaga kependidikan, karena saat tim gabungan masuk ke salah satu kelas, sang guru sedang mengajar “human error dalam penerbangan pesawat”, namun yang memberikan materi berlatar belakang Strata 1 jurusan tarbiyah alias sarjana agama Islam, Si guru mengaku mengajar bidang studi Bahasa Indonesia, namun dalam daftar susunan guru tertera mengampu pelajaran agama

Tim gabungan juga memasuki ruang-ruang asrama yang bebentuk barak  disi 40 anak dengan hanya satu kamar mandi pada lantai tersebut. Tempat tidur sebagian besar tanpa sprei dan bantal tanpa sarungnya. Ruangan tercium bau tidak enak, terutama dilantai 4 tempat menjemur pakaian dan ada kamar mandi atau tempat cuci baju. Tuturnya

Dari hasil penggalian dengan para pengadu dan hasil pengawasan langsung ke sekolah, maka sejumlah tindak lanjut akan dilaksanakan oleh Tim gabungan (Itjen KemendikbudRistek, KPAI dan masyarakat sipil), diantaranya adalah dengan melakukan Rapat koordinasi dengan pemerintah provinsi dan Dinas-Dinas terkait untuk menyelesaikan permasalahan terkait SPN Dirgantara Kota Batam, pada Kamis (18/11) di kantor Gubenur Provinsi Kepulauan Riau.

Adapun pembahasan rakor diantaranya adalah:

1. Adanya indikasi tindakan pidana berupa “Penyekapan” anak dan kekerasan fisik pada peserta didik yang berpotensi kuat melanggar UU No. 35 tahun 2014 tentang Perlindungan Anak dan Permendikbud No. 82/2015 tentang  pencegahan dan penanggulangan kekerasan di satuan pendidikan. Terkait pelanggaran UU PA, tim gabungan sudah bertemu Propam Polda Kepulauan Riau dan SKPT Polda Kepulauan Riau untuk melakukan pelaporan.

2. Adanya indikasi pengelolaan sekolah yang tidak sesuai dengan 8 Standar Pendidikan Nasional, maka diperlukan investigasi maupun audit keuangan Dana BOS dan audit dokumen lain terkait pengelolaan sekolah.

3.Adanya indikasi proses pembelajaran yang tidak sesuai dengan standar isi dan kurikulum nasional, maka diperlukan audit lebih mendalam oleh Itjen KemendikbudRistek;

“KPAI mendorong adanya sanksi tegas bagi sekolah agar ada efek jera, tidak hanya bagi SPN Dirgantara tetapi juga bagi sekolah-sekolah lainnya di Indonesia. Diantaranya adalah dilarang menerima peserta didik baru pada tahun ajaran 2022/2023, pencabutan bantuan Dana BOS, atau bisa juga  ijin operasional sekolah yang tidak diperpanjang lagi,” tutup Retno. (**).

Editor : A.Yunus

Pos terkait

Konten berbayar berikut dibuat dan disajikan oleh advertiser. Wartawan Telisiknews.com tidak terlibat dalam aktivitas jurnalisme artikel ini.