Taba Iskandar : Proyek Pulau Rempang bukan Lanjutan Tahun 2004, Ini Penjelasanya

Taba Iskandar, anggota DPRD Kepri (iint)

TELISIKNEWS.COM,BATAM – Taba Iskandar membantah proyek Rempang saat ini merupakan proyek lanjutan dari tahun 2004 . Bahkan Taba menjelaskan soal sejarah proyek Kawasan Wisata Terpadu Ekslusif (KWTE) yang juga dia ikut menandatangai saat masih menjabat sebagai Ketua DPRD Kota Batam Periode 2000 -2004 silam.

Dituturkan Taba, waktu itu proyek ini uga menggadeng pihak swasta, PT Makmur Elok Graha (MEG).

Bacaan Lainnya

“Saya perlu konfirmasi bahwa statement Kepala BP Batam yang menyatakan bahwa proyek ini sudah mulai sejak 2002. itu hal yang berbeda. Waktu itu saya menjabat ketua DPRD 2000 – 2004. tidak sama dengan yang sekarang, dan seakan -akan ini hanya meneruskan. Silakan dibuka,” kata Taba.

Lanjut Taba, tahun itu memang dilakukan kerjasama antara BP dan Pemko Batam dengan PT MEG. DPRD m hanya memberikan rekomendasikan agar dibukanya investasi disana dengan landasan Perda yang namanya Kawasan Wisata Terpadu Ekslusif.

Dimana semua kegiatan hiburan malam di pindahkan ke Rempang. Itupun Rempang Laut yang Pulaunya terpisah dari daratnya.

“Karena status lahan itu, HPLnya belum ke BP. tidak juga ke Pemko, tapi Pemko mengklaim itu kewenangan dia karena bukan wilayah kerja BP Batam. Makanya BP tidak bisa mengalokasikan kesana. maka timbullah istilah yang namanya status Quo dan ada Kepresnya. Artinya, tidak boleh BP atau Pemko. Jadi masih tanah negara ada hutan lindung dan lainnya,” kata Taba Iskandar, anggota DPRD Kepri dari partai Golkar ini.

Lantas bagaimana dengan KWTE yang rekomendasi DPRD Batam ? Taba menjelaskan rekomendasi DPRD tidak berlanjut karena Kapolri saat itu beranggapan bahwa kawasan wisata itu akan dibuat tempat judi.

“Maka Perda KWTE itu tidak berlaku dan MoU itu selesai. Tidak berlaku lagi,” ungkap Taba.

Taba juga membenarkan proyek lanjutan saat ini masih dikelola oleh PT MEG. Namum PT MEG masuk ke Rempang lagi melalui Pemerintah Pusat.

“PT MEG ingin melanjutkan investasi melalui Pusat. Jadi berbeda sama sekali dengan konsep awal 2000 – 2004. Maka ini bukan lanjutan dari sebelumnya. Itu namanya penipuan publik,” ujarnya.

Taba juga menegaskan bahwa proyek saat ini dinamakan Proyek Strategis Nasional, bukan lagi KWTE. Taba menilai Pemerintah Pusat mengetahui informasi dari Batam hanya setengah-setengah.

“Seperti statemen Menteri Mahfud MD kemarin. Itu berarti tidak mengetahui informasi secara keseluruhan,” tegasnya.

Untuk penyelesaiannya, ia meminta baik Pemerintah Pusat, BP Batam, maupun Pemko Batam bijak dalam menyelesaikan masalah Pulau Rempang, ini. Negara harus hadir sehingga tidak ada yang dirugikan, baik dari masyarakat ataupun rencana investasi pengembangan Pulau Rempang yang akan dibangun dengan konsep Rempang Eco-City tersebut.

“Tapi kenyataannya sekarang masyarakat di sana merasa dirugikan, mereka akan direlokasi, sedangkan sudah beranak-pinak di sana, bahkan sudah ada sebelum BP Batam dulunya Otorita Batam dan Kota Administratif Batam ada,” jelas Taba Iskandar.

Taba meminta Pemerintah dan masyarakat duduk kembali. Pemerintah jangan memaksakan program relokasi ini. Karena menurut Taba relokasi tersebut tidak tepat. Beda halnya masyarakat yang tinggal di Ruli (Rumah Liar). Jika sewaktu-waktu tanah yang ditempati akan difungsikan atau dibangun bisa di relokasi ke tempat lain.

Begitu juga dengan orang-orang yang membeli tanah di Pulau Rempang tersebut. Negara berhak mengambilnya. Dia mencontohkan dirinya yang memiliki dua hektar lahan di Rempang. dengan sukarela akan mengembalikan pada Negara.

“Ambil punya Taba, karena Taba bukan penduduk situ, itu boleh diperlakukan (gusur). Itu resiko, sudah tau tanah status quo, kenapa dibeli. Jangan disamakan dengan penduduk asli atau tempatan, duluan mereka tinggal di situ sebelum terbentuknya BP Batam dan Kota Administrasi Batam,” kata Taba.

Taba menyarankan agar investasi ini jalan, sesuai dengan harapan masyarakat juga, baiknya konsep pengembangan Rempang didesain ulang dengan mengintegrasikan masyarakat tempatan ke dalam konsep pembangunan, tanpa melakukan relokasi.

Karena tidak semua lahan di Rempang dijadikan sebagai kawasan industri, ada juga untuk pemukiman. Contohnya kata Taba, dengan merenovasi rumah warga yang kurang layak dan menyediakan sarana tangkap bagi nelayan.

“Kalau rumah tinggalnya tidak cocok dengan kawasan yang akan dijadikan pariwisata rumahnya yang diperbaiki, karena dia mencari makan di sana, bukan di tempatkan di rumah susun atau dibuatkan rumah lagi, kampung itu adalah bagian integrasi dari konsep pengembangan kawasan. Wisatawan pasti rindu juga dengan kearifan lokal,” tutur Taba.

Kemudian, bisa juga dengan mengkonversi lahan masyarakat tempatan.

“Atau dihitung luasan tanahnya. Jika masuk dalam kawasan industri misalnya maka itu akan menjadi saham di perusahaan tersebut maka dia punya masa depan sampai anak cucunya,” saran Taba lagi.

Atau kata Taba, meski terpaksa direlokasi karena jumlah penduduknya sedikit dan masuk arena industri atau kawasan wisata bisa disatukan, tidak jauh dari tempat sebelumnya. (ro).

 

Editor : Nikson Juntak

Pos terkait

Konten berbayar berikut dibuat dan disajikan oleh advertiser. Wartawan Telisiknews.com tidak terlibat dalam aktivitas jurnalisme artikel ini.