“Mark Up” Tagihan Labuh Tambat,  Terdakwa Ibnu Hajar dan Sarie Diduga Sekongkol Habisi PT BBI

TELISIKNEWS.COM,BATAM – Sidang lanjutan dua terdakwa penipuan dan pemalsuan dokumen terus bergulir di Pengadilan Negeri Batam, dengan agenda mendengarkan keterangan saksi dari PT Baruna Bahari Indonesia (BBI).

Dalam keterangan saksi Neni Ariani, karyawan PT BBI bagian operasional menjelaskan bahwa, kedua terdakwa Ibnu Hajar dan Sarie Dwiastuti sangat dikenalnya karena pernah bekerja sama -sama di PT BBI.

Bacaan Lainnya

“Saya sangat kenal dengan kedua terdakwa karena sama -sama kerja di PT BBI,” kata Neni dihadapan Majelis Hakim yang menyidangkan, Kamis (20/6/2019) di PN Batam.

Awal persoalan ini muncul setelah adanya kecurigaan dari Alex soal tangihan labuh tambat dari BP Batam yang punya pelabuhan di Pulau Galang Kota Batam.

Dalam laporan tagihan tersebut, Alex selalu meminta pada kedua terdakwa supaya menunjukan dokumen dan tagihan asli yang dikeluarkan oleh BP Batam. Namun terdakwa beralasan akan diemailkan maupun diberikan secara langsung, tapi sampai kasus ini dilaporkan pada polisi tetap saja tidak diberikan.

“Alasan inilah Alex selaku direktur PT BBI melaporkan kedua terdakwa pada Polisi, atas kecurigaan soal tagihan dan dokumen asli labuh tambat dari BP Batam yang tidak diberikannya,” tegas Neni.

Sementara PT Tri Sakti Lautan Mas cabang Batam ini adalah agen yang ditunjuk PT Baruna Bahari Indonesia untuk menggurus surat -surat dan pembayaran yang ada di Batam. Dimana Ibnu Hajar sebagai direkturnya dan Sarie di bagian operasional.

Proses adanya kerjasama ini dengan terdakwa Ibnu Hajar karena adanya kerja yang diberikan oleh Save Haven Maritim yang berkantor di Singapore. Save Haven Maritime mendapatkan kontrak kerja dari pemilik kapal ( Onwer) dan memberikan ke PT BBI untuk menjalankan bisnisnya di Batam.

“Jadi terdakwa Ibnu Hajar ditunjuk sebagai agen untuk siapkan dokumen dokumennya sevelum kapal datang ke Batam. Kerjasama dengan terdakwa sejak 2013 lalu,” tutur Neni Ariani.

Masih kata Neni, kasus ini ditindak lanjuti Alex karena ada dugaan Mark up atau  pengelembungan pembayaran jasa labuh tambat.

Sebenarnya, Alex tidak mau panjang masalah ini jika kedua terdakwa punya niat untuk memberikan dokumen labuh tambat tersebut.

“Terdakwa Sarie hanya mengirimkan email yang isinya pembayaran tagihan. Sementara Alex meminta dokumen labuh tambat dulu baru dibayarkan tapi pihak Ibnu Hajar tidak mau dan berbelit – belit,” tegas Neni.

Mark up pembayaran ini diketahui dari peraturan BP Batam. Dimana yang seharusnya hanya 12,5 persen, namun kedua terdakwa gelembungkan pembayaranya menjadi 50 persen.

Dari temuan dan barang bukti yang dilakukan kedua terdakwa, terhadap 8 kapal yang berlabuh di perairan Batam dalam kurun waktu Desember 2012-Juni 2016, dengan menggunakan perhitungan 1 X GT x 0,082 x 50 persen melampirkan bukti berupa nota kredit (Credit Note) pemakaian jasa kapal.

Credit Note atau nota kredit adalah merupakan bukti transaksi penerimaan kembali barang yang telah dijual secara kredit (retur penjualan) atau pengurangan harga faktur yang disebabkan adanya kerusakan barang.

Kemudian, invoice yang dikeluarkan BP Batam bukan invoice sesungguhnya alias palsu yang dikeluarkan terdakwa.

“:Ada ditemukan invoice dari 8 kapal dengan kerugian PT BBI sebesar USD $ 258,662.08 (dua ratus lima puluh delapan ribu enam ratus enam puluh dua koma nol delapan Dollar Amerika Serikat),” tutur Neni Ariani.

Dalam perkara ini ada dugaan kedua terdakwa melakukan persekongkolan untuk menghabisi PT BBI. Atas perbuatan kedua terdakwa, Jaksa Penuntut Umum, Rosmalina Sembiring mendakwahkan dengan pasal 378 KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.

Nikson Juntak

Pos terkait

Konten berbayar berikut dibuat dan disajikan oleh advertiser. Wartawan Telisiknews.com tidak terlibat dalam aktivitas jurnalisme artikel ini.