Kejari Batam Hentikan Penyelidikan Dugaan Korupsi SIMR BP Batam Anggaran Tahun 2020

Kajari Batam yang baru, I Ketut Kasna Dedi bersama Kasi Intelnya, Andreas Tarigan (nk)

TELISIKNEWS.COM,BATAM – Kepala Kejaksaan Negeri Batam menegaskan bahwa terkait dengan penyelidikan dugaan tindak pidana korupsi pengadaan Sistim Informasi Manajemen Rumah Sakit ( SIMRS) BP Batam tahun 2020 telah dihentikan.

Diterangkan Ketut Kasna Dedi bahwa, Kejari Batam telah melakukan permintaan keterangan terhadap 10 orang pihak terkait, antara lain pihak Rumah Sakit BP Batam, Penyedia dan Ahli LKPP.

Bacaan Lainnya

Gambar RSBP Batam (int)

Selain itu, Kejaksaan Negeri Batam juga telah meminta bantuan kepada Badan Pengawas Keuangan Pusat (BPKP) Propinsi Kepulauan Riau. Ungkap Ketut kepada media Telisiknews.com, Rabu (6/12/2023).

Dari hasil permintaan keterangan Ahli dan data-data maka disimpulkan:
1. Ahli LKPP : proses Pengadaan Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit (SIMRS) Tahun 2020 di RS BP Batam telah sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Presiden No. 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah dan peraturan LKPP Nomor 9 tahun 2018 tentang pedoman pengadaan barang dan jasa Pemerintah.

2. BPKP Propinsi Kepulauan Riau menyampaikan, belum ditemukan adanya perbuatan melawan hukum dalam Pengadaan Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit (SIMRS) Tahun 2020 di RS BP Batam.

” Dari kesimpulan dari ahli LKPP dan BPKP Kepri tersebut, maka Penyelidikan terkait SIMRS BP Batam Tahun 2020 dihentikan,” kata Ketut Kasna Dedi.

Sementara, menurut keterangan salah seorang terpidana pada media ini baru -baru ini menerangkan bahwa, SIMRS tahun 2018 yang dikerjakannya disalahkan, karena dianggap perusahaan pemenang tidak punya pengalaman mengerjakan SIMRS tapi hanya pengalaman di bidang IT saja sekalipun sudah ada surat dukungan dari pemegang HAKI.

“Kami sebagai pemenang atas pekerjaan SIMRS tahun 2018 yang punya pengalaman IT dan pemegang HAKI disalahkan, dan pada akhirnya harus memenjarakan kami sebagai terpidana,” ujarnya, Rabu (12/7/ 2023) melalui sambungan telepon.

Yang menjadi pertanyaan, bagaimana dengan PELNI yang tidak punya pengalaman sama sekali baik dalam bidang IT ataupun SIMRS, bahkan juga tidak punya HAKI ?.

SIMRS 2020 dikerjakan oleh PT. PELNI yang bukan perusahaan spesialis IT/Teknologi Informasi tapi perusahaan pelayaran. Sementara, pekerjaan ini sangat spesifik sehingga harus dikerjakan oleh spesialis IT/SIMRS dan harus memilikiHak atas Kekayaan Intelektual (HAKI).

Software milik Pelni yang digunakan oleh Pelni dan di copy paste ke Rumah Sakit BP Batam. Diduga dikerjakan oleh pihak ketiga yang ditunjuk Pelni, bukan dikerjakan langsung oleh karyawan Pelni sendiri. Karena mengerjakan Software itu bukan tupoksi dari perusahaan yang bergerak dibidang pelayaran tersebut.  Tegasnya lagi.

Dari beberapa pengembangan dan hasil di persidangan SIMRS 2018, muncul pertanyaan..

1. Bagaimana PELNI mengerjakan Software ini, apakah hanya copy paste dari Software yang  mereka punya. Sementara Software mereka adalah hasil pengadaan barang yang sudah dibiayai oleh anggaran Pelni. Jadi kalau Pelni menyerahkan Software ini ke BP Batam seharusnya Gratis, karena Software itu sudah. menjadi aset negara.

Diketahui bahwa, PT. PELNi tidak mempunya ahli Software dan pogrammer yang mumpuni, sehingga mereka pasti menggunakan ahli dari luar mereka. Pertanyaannya lagi adalah PELNI boleh merekrut tenaga ahli dari luar bukan untuk mengerjakan pekerjaan mereka ? Artinya tidak ada dalam MAK anggaran Pelni. Tanyanya.

Kemudian terkait kasus SIMRS 2020 ini, tidak dilakukan melalui tender. Sementara, kemana anggaran sangat pantastik yang dibayarkan oleh BP Batam ke Pelni yakni sebesar Rp1,2 miliar itu. Apakah ke kas PELNI ? Dan apakah sudah dilaporkan semua sebagai PNBP ?. Tanyanya lagi.

Sedangkan SIMRS tahun 2018 melalui tender dan dikerjakan oleh perusahaan spesialis IT dan punya dukungan HAKi , tetap saja masih dipersalahkan/dipidana. Kesalnya.

Diterangkannya lagi dalam persidangan juga, Hakim mengatakan Software SIMRS 2018 sudah jadi, sesuai spek dan sudah dipakai 3 tahun dan telah menghasilkan pemasukan ke negara.

Sebetulnya belum saatnya diganti tapi kalau ada kerusakan satu dua modul dari total 38 modul wajar, karena sudah dipakai 3 tahunan. Cukup dengan memperbaiki modul yang rusak saja dengan anggaran 100 juta bisa selesai. Tidak harus keluar Milyard-an. Ujarnya menirukan ucaapan hakim saat itu. (nikson).

Editor : Novi

Pos terkait

Konten berbayar berikut dibuat dan disajikan oleh advertiser. Wartawan Telisiknews.com tidak terlibat dalam aktivitas jurnalisme artikel ini.