JPU Dakwa Tahir Ferdian Pasal 372, Kata Saksi William Barang Disimpan di Gudangnya

TELISIKNEWS.COM,BATAM – Dakwaan JPU terkait perkara dugaan penipuan dengan pasal 372 terhadap terdakwa Tahir Ferdian alias Lim Chong Peng, terjawab saksi William yang dihadirkan oleh Jaksa Penuntut.

Selain William, JPU juga menghadirkan saksi Maman Firmansyah konsultan apresial yang melakukan penilaian terhadap mesin, gudang dan tanah di PT Taindo Citratama Batam tahun 2013. Lalu saksi Beni, karyawan BCA Jakarta, Suharyato Direktur PT Taindo dan Andreas.

Bacaan Lainnya

Saksi William menerangkan, awal perkenalan dengan Tahir Ferdian dalam satu yayasan. Kemudian membeli gudang PT Milinium di Jakarta. Setelah itu, tahun 2016, Tahir menawarkan untuk mengolah PT Taindo Citratama.

Melihat kondisi perusahaan yang tidak layak dan mesin -mesin banyak yang rusak, atap bangunan bocor ditambah perusahaan tidak lagi berproduksi. Maka Tahir Ferdian menawarkan untuk menjual dengan memberi surat kuasa.

“Saya hanya membantu mengolah dan menjual PT Taindo Citratama Batam sesuai surat kuasa yang diberikannya,” kata saksi William, Kamis (24/10/2019) di Pengadilan Negeri Batam.

Selanjutnya mencari pembeli, dengan kondisi perusahaan yang ada, investor dari China mau membeli PT Taindo Citratama seharga Rp18 miliar. Namun ada kesepakatan, harus memperbaiki gudang dan mesin-mesin yang rusak terlebih dahulu.

Semua barang yang ada di gudang dipindahin ke PT Indo Bangkit dengan alasan untuk rehap gudang serta Service mesin -mesin yang rusak.

“Barang dan mesin -mesin semua di pindahkan ke PT Indo Bangkit milik saya. Itu dilakukan untuk rehap bangunan dan Service mesin,” tutur William.

Karena masalah ini, kata William, semua barang dan mesin tidak jadi dijual sampai sekarang.

“Mesin blower 18 unit, mesin cutting 14 unit, mobil dan forklif. Semua barang itu masih utuh di gudang milik saya,” kata William.

Terdakwa Tahir Ferdian di PT Taindo Citratama Batam sebagai komisaris dengan direkturnya Suharyanto. Setelah permasalahan ini baru tahu bahwa ada nama Taslim yang juga direkturnya.

Kemudian, soal adanya transaksi pemindahan dana sebesar Rp 200 juta, menurut William itu adalah untuk cicilan gudang seharga Rp3,6 miliar di Jakarta. Dan cicilan tersebut selama 12 kali dan bukan untuk downpayment (DP) pembayaran jual beli PT Taindo. Tegas William.

Anehnya, saksi William mentransper uang tersebut di BCA cabang Batam. Dalam berita di kwitansi BCA, William tidak menulis bahwa uang itu untuk pembayaran DP penjualan PT Taindo Citratama Batam.

“Saya tidak ada menulis dalam berita acara dalam kwitansi BCA bahwa uang itu DP penjualan PT Taindo,” tegasnya.

Sementara saksi Beni yang dihadirkan dari BCA Jakarta mengatakan, sesuai sistem berita acara BCA Jakarta bahwa uang tersebut untuk DP penjualan PT Taindo. Namun saat dipertegas kuasa hukum terdakwa Ferdian terkait berita acara yang berubah dari nasabah, saksi Beni pun kelabakan tak mampu jawab.

“Karena sistem berita acara dari BCA inilah, Tahir Ferdian menjadi terdakwa. Kenapa berita acara dari nasabah bisa berubah di sistem BCA?,”tanya Supriadi selaku kuasa hukum Tahir Ferdian.

Sementara saksi Suharyanto mengakui bahwa PT Taindo Citratama tidak jalan mulai atau beroperasi sejak tahun 2006 sampai sekarang. Namun selama tiga tahun bekerja sebagai direktur, tidak pernah dilibatkan soal kebijakan perusahaan. Bahkan tidak mengetahui perusahaan akan dijual.

“Saya bekerja sejak tahun 2003 sampai 2006, dalam kebijakan perusahaan saya tidak pernah dilibatkan. Selain itu, perusahaan PT Taindo pun mau dijual juga tidak tahu. Saya hanya ikut sekali RUPS,” ungkap Suharyanto.

Kemudian, saksi Andreas menjelaskan bahwa ada investor yang tertarik beli yaitu PT Indo Port seharga 100 miliar. Dengan Ludianto Taslim terjadi tawar – menawar hingga jadi 40 miliar. Dan saat itu sudah membuat surat pernyataan beli sebelum RUPS pada bulan September 2016. Namun semua mesin tak ada di gudang lagi, PT Indo Port pun gagal beli.Kata Andreas, suami saksi Fenny yang juga komisaris PT Taindo Citratama Batam.

Keterangan Andreas berbeda dengan istrinya yang mengatakan bahwa, ia mendirikan PT Taindo Citratama Batam bersama terdakwa dan juga pelapor. Seiring berjalannya waktu, pabrik ini tidak lagi beroperasi sehingga merencanakan akan menjual aset -aset perusahaan berupa tanah, gedung dan mesin -mesin sebanyak 80 unit kepada pihak lain yang mau membeli.

Kemudian, PT Indo Port Utama tertarik dan mau membeli PT Taindo Citratama Batam. Namun, sebelum adanya kesepakatan maka Komisaris dan Direktur melakukan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), pada tanggal 9 Agustus 2016 di kantor terdakwa di PT Milinium Jakarta. Di RUPS tersebut ada kesepakatan untuk menjual tanah, gedung dan mesin -mesin perusahaan. Kata saksi Fenny.

Nikson Juntak

Pos terkait