BPKP Belum Keluarkan Hasil Audit Soal Kasus SIM Rumah Sakit BP Batam Tahun 2020

Gambar RSBP Batam (int)

TELISIKNEWS.COM,BATAM – Kejaksaan Negeri (Kejari) Batam, masih belum mengumumkan tersangka dugaan korupsi Sistem Informasi Menejemen Rumah Sakit BP Batam (SIM RS BP Batam) tahun 2020. Saat ini, Kejaksaan tengah menunggu hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Kepri, terkait nilai kerugian negara dalam perkara ini.

Dikatakan Kasi Intel Kejari Batam, Andreas Tarigan bahwa perkara SIMRS BP Batam tahun 2020 ini dalam penghitungan atau audit oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) perwakilan Kepri.

Bacaan Lainnya

Proses penyelidikan sudah berjalan sejak beberapa bulan lalu dan telah memeriksa dan meminta keterangan dari 9 orang saksi yang di panggil yakni : dari pihak Rumah Sakit, penyedia, LKPP.

“Ya, kami tengah melakukan penyelidikan dan meminta keterangan dari 9 saksi yang dipanggil terkait dugaan korupsi SIMRS BP Batam 2020. Hanya saja saat saat ini belum keluar hasil audit dari BPKP,”  kata Andreas Tarigan, Jumat (11/8/2023) pagi kepada media ini.

Sementara sebelumnya, menurut penuturan seorang terpidana mengatakan bahwa, SIMRS tahun 2018 yang dikerjakannya disalahkan, karena dianggap perusahaan pemenang tidak punya pengalaman mengerjakan SIMRS tapi hanya pengalaman di bidang IT saja sekalipun sudah ada surat dukungan dari pemegang HAKI.

“Kami sebagai pemenang atas pekerjaan SIMRS tahun 2018 yang punya pengalaman IT dan pemegang HAKI disalahkan, dan pada akhirnya harus memenjarakan kami sebagai terpidana,” ujarnya, Rabu (12/7/2023) silam melalui sambungan telepon.

Yang menjadi pertanyaan, bagaimana dengan  PELNI yang tidak punya pengalaman sama sekali baik dalam bidang IT ataupun SIMRS, bahkan juga tidak punya HAKI ?.

SIMRS 2020 dikerjakan oleh PT. PELNI yang bukan perusahaan spesialis IT/Teknologi Informasi tapi perusahaan pelayaran. Sementara, pekerjaan ini sangat spesifik sehingga harus dikerjakan oleh spesialis IT/SIMRS dan harus memilikiHak atas Kekayaan Intelektual (HAKI).

Software milik Pelni yang digunakan oleh Pelni dan di copy paste kan ke Rumah Sakit BP Batam. Diduga dikerjakan oleh pihak ketiga yang ditunjuk Pelni, bukan dikerjakan langsung oleh karyawan Pelni sendiri. Karena mengerjakan Software itu bukan tupoksi dari perusahaan yang bergerak dibidang pelayaran tersebut.  Tegasnya lagi.

Dari beberapa pengembangan dan hasil persidangan SIMRS 2018, muncul pertanyaan..

1. Bagaimana PELNI mengerjakan Software ini, apakah hanya copy paste dari Software yang  mereka punya. Sementara Software mereka adalah hasil pengadaan barang yang sudah dibiayai oleh anggaran Pelni. Jadi kalau Pelni menyerahkan Software ini ke BP Batam seharusnya Gratis, karena Software itu sudah. menjadi aset negara.

Diketahui bahwa, PT. PELNI  tidak mempunyai ahli Software dan pogrammer yang mumpuni, sehingga mereka pasti menggunakan ahli dari luar mereka. Pertanyaannya lagi adalah PELNI boleh merekrut tenaga ahli dari luar bukan untuk mengerjakan pekerjaan mereka ? Artinya tidak ada dalam MAK anggaran Pelni. Tanyanya.

Kemudian terkait kasus SIMRS 2020 ini, tidak dilakukan melalui tender. Sementara, kemana  anggaran sangat pantastik yang dibayarkan oleh BP Batam ke Pelni yakni sebesar Rp1,2 miliar itu. Apakah ke kas PELNI ? Dan apakah sudah dilaporkan semua sebagai PNBP ?. Ungkapnya lagi.

Sedangkan SIMRS tahun 2018 melalui tender dan dikerjakan oleh perusahaan spesialis IT dan punya dukungan HAKi , tetap saja masih dipersalahkan/dipidana. Kesalnya.

Diterangkannya lagi, dalam persidangan juga
Hakim mengatakan Software SIMRS 2018 sudah jadi, sesuai spek dan sudah dipake 3 tahun dan telah menghasilkan pemasukan ke negara.

Sebetulnya belum saatnya diganti tapi kalau ada kerusakan satu dua modul dari total 38 modul wajar, karena sudahdipakai 3 tahunan. Cukup dengan memperbaiki modul yang rusak saja dengan anggaran 100 juta bisa selesai. Tidak harus keluar Milyard-an. Ujar hakim saat itu menirukannya. (Nik)

Editor : Novi

Pos terkait