Peran Bhabinkamtibmas dalam Menerapkan Restorative Justice 

Jean Calvijn Simanjuntak (ist)

TELISIKNEWS.COM – Indonesia terdiri atas masyarakat majemuk yang memiliki beragam suku, ras, agama, budaya, maupun strata sosial yang sangat membutuhkan kondisi hidup yang tenteram, damai, dan harmonis. Tak ayal, konflik sosial menjadi suatu keniscayaan.

Gesekan atau konflik dapat berdampak pada keamanan dalam negeri (kamdagri). Padahal, kamdagri merupakan syarat utama mendukung terwujudnya masyarakat madani yang adil, makmur, dan beradab berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Bacaan Lainnya

Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) diberi kewenangan memelihara kamdagri melalui upaya penyelenggaraan fungsi kepolisian. Meliputi pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat (harkamtibmas), penegakan hukum, perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat.

Pemeliharaan kamdagri salah satunya dapat dilakukan dengan melaksanakan penegakan hukum yang humanis, mengedepankan pemulihan keadaan yang melibatkan korban, pelaku, keluarga korban/pelaku maupun masyarakat terdampak atau tokoh masyarakat.

Sistem penegakan hukum pidana mengenalnya dengan istilah restorative justice.

Polri telah menerbitkan regulasi yang mendasari pelaksanaan restorative justice pada kepolisian. Regulasi ini tertuang dalam Peraturan Polri Nomor 8 Tahun 2021 tentang Penanganan Tindak Pidana Berdasarkan Keadilan Restoratif (Perpol No 8 Tahun 2021).

Di dalam Perpol tersebut, Bhayangkara Pembina Keamanan dan Ketertiban Masyarakat (Bhabinkamtibmas) diberi peran penting menyelesaikan perselisihan warga masyarakat atau komunitas melalui mekanisme restorative justice. Tulisan ini menguraikan peran Bhabinkamtibmas dalam menerapkan restorative justice berdasarkan Perpol No 8 Tahun 2021.

Apa Itu Restorative Justice?

Restorative justice adalah bentuk pendekatan penyelesaian perkara menurut hukum pidana. Pendekatan ini menekankan pada pemulihan kembali keadaan, bukan pembalasan.

Dengan kata lain, fokus restorative justice adalah memperbaiki kerugian yang disebabkan oleh kejahatan dengan melibatkan korban, melihat pertanggungjawaban pelaku, dan mencegah terjadinya kerugian yang serupa di masa mendatang (Jean Calvijn Simanjuntak, 2023: 17).

Konsepsi dan pengaturan restorative justice sejalan dengan ide proaktif policing yang mengarah pada community oriented policing (COP) dan problem oriented policing (POP) (William G Bailley, 2005: 114).

COP bersandar pada kepercayaan bahwa hanya dengan bekerja samalah masyarakat bersama polisi akan mampu meningkatkan mutu kehidupan di dalam masyarakat. Dan polisi diharapkan dapat berperan sebagai penasihat, fasilitator, dan pendukung gagasan baru, dengan basis masyarakat.

POP berkaitan dengan interaksi polisi dengan masyarakat. POP bertujuan memperluas misi kepolisian mendayagunakan solusi kreatif bagi berbagai persoalan dalam masyarakat, kecemasan masyarakat, ketidaktertiban, terganggunya kerukunan warga, dan kriminalitas.

Restorative justice maupun proaktif policing diarahkan untuk menunjang dan mengakselerasi pencapaian tujuan kepolisan dalam mewujudkan stabilitas keamanan nasional.

Peran Penting Bhabinkamtibmas

Dalam menjalankan fungsi kepolisian sebagaimana dijelaskan di atas, Bhabinkamtibmas merupakan garda terdepan yang bersentuhan langsung dengan masyarakat dalam kehidupan sehari-hari. Bhabinkamtibmas bertugas sebagai pembina keamanan dan ketertiban masyarakat di desa/kelurahan/nama lain yang setingkat.

Bhabinkamtibmas juga diberi kewenangan menyelesaikan perselisihan warga masyarakat atau komunitas melalui mekanisme restorative justice dalam kasus tindak pidana ringan. Misalnya: penganiayaan hewan ringan, penghinaan ringan, penganiayaan ringan, pencurian ringan, penggelapan ringan, penipuan ringan, perusakan ringan, hingga penadahan ringan.

Berdasarkan Pasal 11 Perpol No 8 Tahun 2021, penyelesaian tindak pidana ringan dilakukan terhadap, antara lain laporan/pengaduan; atau menemukan langsung adanya dugaan tindak pidana. Laporan/pengaduan tersebut merupakan laporan/pengaduan sebelum adanya laporan polisi.

Meningkatkan SDM Bhabinkamtibmas

Tugas penting Bhabinkamtibmas di atas perlu didukung dengan meningkatkan kuantitas dan kualitas sumber daya manusia. Peningkatan kualitas sumber daya manusianya dapat dilakukan dengan berbagai cara.

Terpenting adalah memberikan pendidikan dan pelatihan. Kedua hal ini wajib diberikan kepada setiap personel Bhabinkamtibmas, meliputi Pendidikan Pembentukan (Diktuk), Pendidikan Pengembangan Spesialis (Dikbangspes), serta pelatihan sesuai dengan bidang dan fungsi tugasnya.

Penguatan berdasarkan hasil analisis dan evaluasi dapat berupa peningkatan pelatihan, reward and punishment, dan berbagai giat lainnya yang dapat meningkatkan motivasi untuk berprestasi dalam rangka memberikan pelayanan kepada masyarakat.

Selain model penguatan tersebut di atas, kinerja Bhabinkamtibmas dalam digenjot mengacu pada konteks e-policing berbasis teknologi informasi (TI). Model e-policing yang menggunakan decission support system (DSS) bisa memudahkan analisis dan evaluasi, pengambilan kebijakan dalam membuat program, dan sekaligus mendukung kinerja Bhabinkamtibmas.

Hal ini dilakukan dengan membangun aplikasi berbasis TI yang digunakan sebagai DSS yang dimulai dari pengumpulan data (intel dasar, kejadian kamtibmas, kinerja Bhabinkamtibmas, dll), yang dibutuhkan dalam bentuk peta, statistik, pola, hingga model.

Berdasarkan hasil DSS tersebut, kemudian disusun program kinerja Bhabinkamtibmas sesuai dengan wilayah tugasnya yang memiliki masalah yang berbeda-beda. Program kinerja ini juga menyesuaikan dengan harapan organisasi.

Bhabinkamtibmas Jadi Ujung Tombak

Bhabinkamtibmas memiliki peran yang sangat penting sebagai garda terdepan dalam mewujudkan kamdagri melalui penerapan restorative justice.

Peran ini diwujudkan dalam upaya melaksanakan penegakan hukum yang humanis, mengedepankan pemulihan keadaan yang melibatkan korban, pelaku, keluarga korban/pelaku, maupun masyarakat terdampak atau tokoh masyarakat.

Konsepsi dan pengaturan restorative justice sejalan dengan ide proaktif policing yang mengarah pada community oriented policing (COP) dan problem oriented policing (POP). Keduanya diarahkan untuk menunjang dan mengakselerasi pencapaian tujuan kepolisian dalam mewujudkan stabilitas keamanan nasional.

Selain itu, dalam rangka mendukung kinerja Bhabinkamtibmas, bisa mengacu pada konteks e-policing berbasis teknologi informasi (TI). Model e-policing ini mengetengahkan penggunaan decission support system (DSS) untuk memudahkan analisis dan evaluasi serta pengambilan kebijakan.

Harapannya, Bhabinkamtibmas bisa berperan maksimal mencegah konflik sosial. Dan pada akhirnya tugas kepolisian dalam mewujudkan kamdagri dapat tercapai secara efektif dan efisien.

Editor: Parna

Pos terkait