Terdakwa Edi Purwanto Jual Lahan Tumpang Tindih Di Batam ke Jamin Marbun

TELISIKNEWS.COM,BATAM – Kasus jual lahan yang tumpang tindih di Kota Batam bukan hal yang baru lagi, bahkan dari pantaun di persidangan pengadilan negeri Batam kasus ini bermunculan. Semua pengurusan mulai dari izin prinsip, PL hingga pembayaran UTWO lahan berpusat di BP Batam.

Masyarakat Batam juga bertanya, kenapa satu lokasi lahan yang sama, PL dan izinnya ada dua atau tiga orang yang memiliki?.

Bacaan Lainnya

Kasus terdakwa Edi Purwanto selaku Direktur PT Krisna ini menjadi salah satu contoh jual lahan tumpang tindih di Batam. Dalam persidangan di Pengadilan Negeri Batam terungkap bahwa, lahan yang dijual terdakwa ke Jamin Marbun adalah milik orang lain.

Jamin Marbun membeli lahan seluas 4000 m2 tersebut tahun 2009 seharga Rp 150 juta dari terdakwa Edi Purwanto. Lokasi lahan tersebut berada di Kelurahan Tanjung Piayu, Kecamatan Sei Beduk Kota Batam.

Informasi lahan mau di jual dapat dari Pendeta Boni yang mengatakan bahwa, ada penjualan lahan. Terdakwa datang ke Bengkel korban untuk menawarkan ada lahannya 4000 m2, dengan menunjukkan PL.

” Saya dapat informasi ada orang mau menjual lahan dari Pendeta Boni. Kemudian tterdakwa Edi Purwanto datang ke Bengkel saya untuk menawarkan lahan itu,” kata Jasmin Marbun, Selasa (15/6/2021) di PN Batam.

Selanjutnya, dilakukan survei atau peninjauan lokasi bersama dengan saksi Osben Siahaan. Setelah ada kesepakatan terjadi pembayaran uang muka dan cicilan di notaris disaksikan oleh Pendeta Boni.

“Saya survei ke lokasi dengan Osben Siahaan, selanjuntnya melakukan pembayaran untuk uang muka dan cicilan bersama Pendeta Boni di notaris. Uang yang saya bayarkan ke terdakwa sebanyak Rp150 juta,” tutur Jasmin.

Namun saat membangun bengkel di lokasi tersebut, ada orang lain yang merobohkan. Dan saat itu, terdakwa di telepon supaya datang ke lokasi namun tidak mau datang.

“Yang datang ke lahan itu preman suruhan PT Prima Batam Sejahtera sambil menunjukkan UWTO. Saat itu saya telepon Edi Purwanto agar datang ke lahan tapi dia tidak mau datang,” ujar Marbun.

Sementara dua pegawai BP (Badan Pengusahaan ) Batam Mulyo Hadi dan Megawati di hadirkan JPU sebagai saksi dalam persidangan tersebut.

Menurut keterangan Mulyo Hadi bahwa, pemilik awal lahan tersebut adalah PT Bun Hua. Kemudian PT Bun Hua alihkan ke PT Krisna milik terdakwa selanjutnya dialihkan ke Gatot dan dialihkan lagi ke PT Prima Batam Sejahtera.

“PT Bun Hua pemilik awal lahan itu, bersama PT Prima Batam Sejahtera mengajukan IPH. PT Bun Hua yang memiliki izin prinsip”

“PT Bun Hua alihkan ke PT terdakwa lalu terdakwa alihkan ke Gatot dan dialihkan lagi ke PT Prima sebelum keluar UWTO,” kata Mulyo Hadi

Sedangkan Megawati menerangkan bahwa, legalitas lahan masih atas nama PT Bun Hua seluas 5418.m2. Faktor UWTO dan PL dimiliki PT Bun Hua. Dan pengelokasian padan tahun 2013. Tegasnya.

Kemudian Jasmin menerangkan bahwa, dalam perjanjian pengembalian uang yang sudah diterima terdakwa akan dikembalikan sesuai kerugian yakni sebesar Rp 800 juta.

“Saat itu terdakwa datang ke rumah mengembalikan uang dengan cash sebesar Rp150 juta namun uang itu saya tolak karena tidak sesuai perjanjian. Lalu terdakwa meminta nomor rekening saya, tapi saya bilang nomor rekening rusak,” ujar nya.

Sementara saat itu, yang menjadi kuasa hukum Jasmin Marbun adalah
Suryanta Lumbangaol dan mengatakan bahwa Edi Purwanto akan mentransper uang sesuai perjanjiannya.

“Saya tidak tahu rekening Suryanta Lumbangaol diminta oleh terdakwa, dan uang sebesar Rp 80 juta di transper
ke Suryanta. Uang tersebut juga masih sama Suryanta Lumbangaol,” kata Jasmin Marbun kepada Majelis hakim David Sitorus.

Kemudian, ketua majelis hakim David Sitorus menyampaikan ke Jasmin Marbun, soal uang itu urusan dengan pengacara.

“Terkait uang Rp 80 juta, itu antara kamu dengan pengacara ,” tegas David Sitorus.

 

Editor : Nikson Juntak

Pos terkait

Konten berbayar berikut dibuat dan disajikan oleh advertiser. Wartawan Telisiknews.com tidak terlibat dalam aktivitas jurnalisme artikel ini.