JPU Hadirkan Dua Ahli Terkait Perkara Pasar Melayu Batam dengan Terdakwa  Ahmad Mipon

PH Jimmy Theja MH (batik biru lengan panjang) bersama korban konsumen pasar melayu batuaji

TELISIKNEWS.COM, BATAM – Jaksa Penuntut menghadirkan dua ahli dalam lanjutan sidang perkara terkait dugaan penipuan yang dilakukan oleh Direktur PT Tiara Mantang, Ahmad Mipon SE. Kedua ahli tersebut yaitu Prof.DR. Irwansyah M.H (Ahli Pidana) dari Universitas Andalas, Padang dan DR.Remon Nofrial (Ahli Hukum Bisnis) Universitas Batam.

Menurut keahlian Prof.Dr. Ismansyah SH, MH, Guru besar Hukum Pidana dari Fakultas Hukum Universitas Andalas (Unand) Padang menjelaskan bahwa,
Daluwarsa tidak dikenal dalam delik hukum harta kekayaan (delic pormogen).

Bacaan Lainnya

Menurutnya, tersangka atau tergugat tidak bisa dilepaskan dari tanggungjawab hukum karena adanya alasan daluarsa karena tidak dikenal adanya daluarsa. Ungkap Irwansyah. Rabu (5/1/2022) di Kejari Batam usai memberi keahliannya.

Prof .Dr.Irwansyah MH (baju putih) ahli hukum pidana dari USU bersama korban konsumen

Irwansyah juga menjelaskan, dalam kasus tersebut ada kompetensi absoulut, dimana ada peradilan yang diatur secara undang-undang di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), otomatis daluarsa akan berhenti sampai berkekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde) sampai putusnya sidang putusan absolut.

Apalagi menurutnya, jika Berita Acara Penyidikan (BAP) ada meminta keterangan ahli terkait Pasal 266 dan Pasal 385 KHUP,  “Saya rasa terdakwa tidak bisa dilepaskan”.

Apalagi Pasal 385 KHUP dengan tegas menyatakan bahwa, barangsiapa dengan maksud hendak menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan melawan hak menjual, menukar, atau menjadikan tanggungan utang sesuatu hak rakyat dalam memakai tanah Pemerintah atau tanah partikulir atau sesuatu rumah, pekerjaan, tanaman atau bibit ditanah tempat orang menjalankan hak rakyat memakai tanah itu, sedang diketahuinya bahwa orang lain yang berhak atau turut berhak atas barang itu.

Sebagai contoh kasus tersebut, dimana masyarakat membeli pada tahun 2001, kemudian persoalan muncul pada tahun 2015. “Kalau pembeli tahu dari awal bahwa tanah atau bangunan yang dibeli bermasalah, tentu tidak mau beli,” tegasnya.

“Maka daluarsa tidak bisa dilepaskan satu rumpun dari Pasal 78,79,80 dan 81 KUHAP, karena hak orang tidak bisa dilepaskan hanya karena waktu,” ungkapnya.

Selain itu. Irwansyah mencontohkan, ia membeli tanah tahun 1980 di Batam, kemudian ia lama tak pulang ke Batam. Kemudian pada tahun 2022 ia datang ke Batam, namun ia terkejut karena tiba-tiba di atas tanahnya telah berdiri bangunan.

“Tentu saya terkejut, tapi apapun itu hak saya tidak bisa dilepaskan karena waktu atau alasan daluarsa, karena ini menyangkut harta kekayaan,”tuturnya.

Sedangkan Dr. Ramon Nofrial ahli hukum bisnis dalam keahlianya menjelaskan soal aspek hukum perdata dan hukum pidana, serta perlindungan konsumen dalam penjualan lahan antara pelaku usaha dengan para konsumen.

Dalam kasus ini ada aturan -aturan yang harus dipenuhi dalam transaksi jual beli tersebut, karena itu adalah suatu perbuatan hukum dari peralihan hak kepada pembeli. Jadi siapa saja berhak penjual dan pembeli tapi harus mengikuti aturan -aturan hukum yang berlaku.

Dalam jual beli itu yang pertama harus memenuhi ketentuan syarat sahnya suatu perjanjian dalam hal ini perjanjian jual beli. Dan yang penting lagi adalah peralihan hak tersebut benar -benar hak dari pada penjual  dialihkan kepada pembeli. Jadi yang dijual itu benar -benar yang dimiliki oleh penjual.

“Terkait masalah ini, saya hanya menjelaskan sepanjang keahlian saya mengenai hal itu. Tergantung hakim menilainya, apakah perbuatan tersebut bertentangan aturan yang berlaku atau tidak, itu tergantung hakim,” ungkap Ramon Nofrial

Lanjut Ramon, dengan sampainya perkara ini pada proses persidangan, jadi diduga, adanya suatu perbuatan yang bertentangan dengan hukum dalam proses jual beli tersebut. Kalau  tidak ada sengketa atau permasalahan tidak mungkin sampai kepada pengadilan.

“Jadi, tinggal pengadilan yang tahu kita mana yang benar dan salah. Karena pengadilan lah yang mengadili,” ujarnya.

Dengan sampainya persoalan ini ke pengadilan, kata Ramon Nofrial, ada dugaan kesalahan -kesalahan para pihak disini sehingga menimbulkan sengketa. Pungkasnya.

Sementara itu, Kuasa Hukum para konsumen kios dan ruko Pasar Melayu Batuaji, Ir Jimmy Theja SH, MBA, MH dengan tegas meminta pada JPU dan Majelis hakim yang mengadili perkara ini sesuai dua alat bukti sah dan keyakinan Hakim dari fakta-fakta hukum yang muncul dari persidangan. Karena ia yakin  barang bukti dan alat bukti sudah terpenuhi sebagaimana Pasal 184 KUHAP.

“Sebanyak hampir 60 orang saksi korban sudah memberikan keterangan, dengan kerugian pokok kurang lebih Rp3 miliar. Namun sesuai tuntutannya 6 kali maka terdakwa harus membayar kurang lebih Rp18 miliar,. Kiranya Majelis Hakim memberikan putusan yang seadil-adilnya ” tegas Jimmy Theja.

Supardi BN dan kawan -kawan  menghimbau jika ada sengketa antara konsumen dengan developer, dapat berkonsultasi hukum dengan Law Firm IR.JIMMY THEJA, SH,MH, MBA 08117775022 .

Kemudian, Supardi BN, selaku Ketua Perwakilan Konsumen Pasar Melayu, menyampaikan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang membantu proses persidangan perkara ini dan secara khusus pada kuasa hukum Jimmy Theja.

“Kami sangat berterima kasih buat  Advokat Jimmy Theja hingga kasus ini maju ke persidangan. Dengan hadirnya Jimny Theja untuk membela kepentingan kami selaku konsumen yang terzolimi, maka kami punya harapan agar kerugian kembali. Dulu kami telah laporkan kasus Pasar Melayu Raya sana sini dan makan waktu bertahun-tahun, namun mental/mandek. Sungguh luar biasa kasus hukum yang berusia 20 tahun bisa dibangkit/diungkit lagi oleh Law Firm Ir.Jimmy Theja, SH,MH,MBA”

“Semoga dengan perjuangan dari kuasa hukum kami ini dapat diridhohi oleh Allah yang maha kuasa,” pinta Supardi yang juga diamini oleh Hasan Basri dan AlHeriman yang juga merupakan korban pasar melayu raya batu aji.

Sebelumnya, Jaksa penuntut umum Rosmarlina Sembiring, dalam surat dakwaanya menjelaskan bahwa, kasus penipuan dan penggelapan yang dilakukan oleh terdakwa Ahmad Mipon terjadi sekira tahun 2001

Dimana terdakwa Ahmad Mipon selaku Direktur PT Tiara Mantang melakukan penjualan kios dan ruko yang ada dilokasi Pasar Melayu Batuaji kepada para konsumen sesuai surat kuasa menjual dari LSM Himpunan Pengusaha Kecil Pribumi (HPKP).

Terdakwa Ahmad Mipon melakukan berbagai promosi untuk menarik minat konsumen dan akhirnya juga menjadi dugaan penipuan serta kebohongan. Dimana menurut terdakwa dilokasi pasar melayu tersebut akan dibangun Jalan Raya, Mall serta fasilitas air per kios (disebutkan dalam AJB), namun kenyataannya hingga saat ini tidak ada pembangunan fasilitas yang dimaksud.

“Awalnya surat-surat di Pasar Melayu tidak ada masalah di Otorita Batam maupun BPN Batam. Namun, pembayaran UWTO ke Otorita Batam yang seharusnya selama 30 tahun baru dibayarkan terdakwa selama 5 tahun yaitu sebesar Rp 336.090.000,” kata Rosmarlina Sembiring membacakan surat dakwaan melalui sidang online dari kantor Kejaksaan Negeri Batam.

Pembayaran UWTO yang dilakukan terdakwa Ahmad Mipon hanya 5 tahun, akhirnya pihak Otorita Batam mengeluarkan surat pemberitahuan nomor:B/16336/KA-A1.A1.1/9/2013, tanggal 9 September 2013 tentang pembatalan ijin Prinsip nomor: 334/IP/KA/X/1999 tanggal 12 Oktober 1999 dengan luas 26.360 M2 dan dikuatkan dengan putusan Peninjauan Kembali Makamah Agung Nomor:123 PK/TUN/2017 tanggal 14 Agustus 2017.

Selain itu, terdakwa Ahmad Mipon tidak mempunyai hak untuk menjual kios dan ruko di Pasar Melayu, karena yang berhak menjual atau menguasakan menjual ruko-ruko tersebut adalah saksi Hadislani sebagai pimpinan HPKP.

Hal ini sesuai dengan putusan PTUN Tanjungpinang nomor:15/G/2014/PTUN-TPI tanggal 22 Mei 2015, yang dikuatkan dengan putusan banding dari PTTUN Medan nomor:137/B/2015/PT.TUN-MDN tanggal 05 Oktober 2015, yang dikuatkan dengan putusan Kasasi Makamah Agung RI Nomor:27 k/TUN/2016 tanggal 14 April 2016, yang dikuatkan dengan putusan Peninjauan Kembali Makamah Agung nomor:123 PK/TUN/2017 tanggal 14 Agustus 2017 yang isi putusanya membatalkan semua surat-surat yang diajukan oleh terdakwa Ahmad Mipon kepada Otorita Batam.

“Saksi Hadislani selaku pimpinan Himpunan Pengusaha Kecil Pribumi (HPKP) yang berhak menjual kios -kios dan ruko yang ada di Pasar Melayu Rata tersebut,” ujar Jaksa Rosmalina Sembiring.

Berdasarkan putusan Peninjauan Kembali Makamah Agung nomor:123 PK/TUN/2017 tanggal 14 Agustus 2017 yang isi adalah membatalkan semua surat-surat yang diajukan oleh terdakwa.

Selain pembatalan surat yang diajukan terdakwa, putusan Peninjauan Rabu (1/12/2021) atas kasus dugaan tindak pidana penipuan jual beli kios atau Ruko di Pasar Melayu, juga membatalkan gambar Penetapan Lokasi (PL) Nomor: 20.9904 868.B1 luas 26.360 M2 tanggal 21 Agustus 2001 atas nama HPKP (Himpunan Pengusaha Kecil Pribumi).

Kemudian, PK juga membatalkan Surat Keputusan Ketua Otorita Pengembangan Daerah Industri Pulau Batam Nomor: 1098 /KPTS/KA-AT/VI/2001 tanggal 21 Juni 2001 tentang penggunaan tanah atas bagian-bagian tertentu dari pada tanah hak pengelolaan Otorita Pengembangan Daerah Industri Pulau Batam atas nama Koperasi Serba Usaha Melayu Raya.

“Putusan PK juga menyatakan batal surat Keputusan Tata Usaha Negara yang diterbitkan oleh Kepala Kantor BPN Batam sebanyak 608 sertifikat,” tutur Rosmarlina.

Perbuatan terdakwa Ahmad Mipon membuat para konsumen mencapai ratusan juta rupiah. Terdakwa Ahmad Mipon didakwa melanggar pasal 378 KUHPidana. Pungkas Rosmalina Sembiring. (A.Y).

Editor : Nikson Juntak

Pos terkait

Konten berbayar berikut dibuat dan disajikan oleh advertiser. Wartawan Telisiknews.com tidak terlibat dalam aktivitas jurnalisme artikel ini.