Jaksa Agung : Gunakan Nurani Dalam Penegakan Hukum bagi Masyarakat

Jaksa Agung Burhanuddin ( istimewa)

TELISIKNEWS.COM,JAKARTA -Jaksa Agung Republik Indonesia Burhanuddin menegaskan bahwa integritas dan profesionalisme serta berhati nurani harus dimiliki oleh setiap insan Adhyaksa dalam penegakan hukum bagi masyarakat.

Penegakan hukum tidak melulu berdasarkan text book atau berpatokan pada buku dan teori. Jika hanya menggunakan prinsip itu, ada banyak sekali masyarakat akan dipenjara. Sementara kasusnya sederhana dan kecil.

Bacaan Lainnya

“Saya tidak membutuhkan Jaksa yang pintar tetapi tidak bermoral, dan saya juga tidak butuh Jaksa yang cerdas tetapi tidak berintegritas. Yang saya butuhkan adalah para Jaksa yang pintar dan berintegritas,” kata Burhanuddin saat memberikan pengarahan kepada Kepala Kejaksaan Tinggi Sumatera Selatan dan kepada para Kepala Kejaksaan Negeri se Sumatera Selatan, Kamis (25/11 /2021) di Aula Kejati Sumsel.

Menurut Jaksa Agung bahwa, integritas adalah segala tindakan yang menggambarkan kejujuran dan kewibawaan seseorang dalam menjalankan tugasnya. Integritas sendiri dapat dilihat dari mutu, sifat, dan keadaan seseorang, sehingga seseorang yang memiliki integritas sangat bisa diberi kepercayaan karena selalu bertindak transparan, konsisten, bertanggung jawab, dan objektif.

“Karena itu, saya tekankan kepada seluruh insan Adhyaksa bahwa integritas bukan hanya sebuah tagline semata, integritas harus dilaksanakan baik melalui ucapan, tingkah laku dan tindakan nyata,” tegas Jaksa Agung.

Selain itu, kata Burhanuddin,  tingkatkan pengawasan melekat secara intensif kepada setiap anggotanya, karena apabila anggota melakukan perbuatan tercela, maka akan dievaluasi hingga 2 (dua) tingkat ke atas.

“Sebagaimana telah saya sampaikan dalam Surat Jaksa Agung Nomor: R-95/A/SUJA /09/2021 tentang peneguhan komitmen Integritas,” ujar Jaksa Agung lagi.

Jaksa Agung Dia mencontohkan, sudah banyak pegawai yang ditindak serta dipidanakan karena telah menggadaikan integritas dan martabat institusi. Penindakan itu tentunya terkandung maksud untuk memberikan efek jera bagi semua..

” Saya tidak ingin jika sikap dan perilaku saudara mencoreng doktrin Tri Krama Adhyaksa,” tegasnya.

Selanjutnya berbicara terkait profesionalisme, dimana profesionalisme merupakan cermin dari kemampuan, pengetahuan, keterampilan, bisa dilakukan dengan ditunjang dengan pengalaman, selain itu profesionalisme adalah roh yang menggerakan, mendorong, mendomisasi dan membentengi seseorang dari tendensi penyimpangan serta penyalahgunaan kewenangannya baik secara internal maupun eksternal, ujar Jaksa Agung.

Kemudian Jaksa Agung menyampaikan bahwa, perlu dipahami oleh para Pimpinan Satuan Kerja dan jajarannya, bahwa profesionalitas seorang Jaksa akan sempurna jika dapat menyeimbangkan antara intelektual dan integritas.

Profesionalitas seorang jaksa terlihat dari cara memprediksi dan membagi waktu penanganan perkara, baik itu perkara Pidum maupun perkara Pidsus. Sehingga seharusnya tidak ada alasan bagi Jaksa untuk menunda agenda sidang pembacaan tuntutan.

Karena sejatinya tidak ada alasan penundaan sidang selain karena hal teknis, seperti tidak dapat hadirnya saksi atau ahli mengikuti persidangan.

“Untuk itu saya tidak mau lagi mendengar ada penundaan sidang pembacaan tuntutan, terlebih dengan alasan rentut belum turun dari pimpinan”

“Saya ingatkan kepada kepala satuan kerja untuk mencermati hal ini, karena penundaan tersebut dapat mengindikasikan adanya potensi perbuatan tercela dan saya tidak segan untuk mengevaluasi jika masih ada Jaksa yang menunda sidang pembacaan tuntutan tanpa ada alasan yang sah,” tegas Burhanuddin

Gunakan hati Nurani dalam pelaksanaan tugas, fungsi dan kewenangan, dimana arti penting dan tujuannya adalah penegakan hukum yang dilakukan bukan hanya memenuhi nilai kepastian untuk mencapai keadilan, namun juga kemanfaatan dari penerapan hukum itu sendiri untuk mencapai keadilan yang hakiki.

“Restorative Justice lahir, karena saya ingin kehadiran Jaksa di tengah masyarakat tidak hanya memberikan kepastian dan keadilan, tetapi juga kemanfaatan hukum,” pintanya

Penegakan hukum harus dirasakan manfaatnya oleh masyarakat, karena hukum ada untuk menjawab kebutuhan masyarakat, sehingga apabila penegakan hukum dipandang tidak memberikan kemanfaatan bagi masyarakat, maka itu sama dengan hukum telah kehilangan rohnya.

Jaksa Agung RI  juga memberi contoh penegakan hukum yang tidak mampu menyerap rasa keadilan yang tumbuh di dalam masyarakat adalah, kasus yang baru-baru ini terjadi di Kejaksaan Negeri Karawang, dimana tuntutan Jaksa tersebut nampak sekali telah mengabaikan rasa keadilan dan kemanfaatan sehingga menimbulkan kegaduhan.

“Saudara tentu terkejut dengan langkah ekstrem yang saya lakukan, mulai dari tindakan eksaminasi, mencopot Aspidum, menarik penanganan perkara, dan menuntut bebas. Perlu saudara sekalian ketahui bahwa tindakan itu terpaksa saya ambil, karena Jaksa saya di bawah ternyata tidak profesional dan tidak peka”

“Harus ingat bahwa atribut kewenangan yang ada pada kalian adalah pendelegasian kewenangan dari saya, yang sewaktu-waktu bisa saya cabut manakala kalian nilai tidak cakap dalam mengemban tugas dan kewenangan itu,” ungkap Jaksa Agung.

Semangat dan ruh dari Pedoman No. 3 Tahun 2019 tentang Tuntutan Pidana Perkara Tindak Pidana Umum adalah memberikan kepercayaan penuh kepada Kajari sebagai pengendali perkara, sedangkan Kajati sebagai quality control, dan Kejaksaan Agung sebagai evaluator.

Artinya adalah seharusnya penanganan perkara lebih mampu menyerap rasa keadilan di lingkungan masyarakat setempat, karena pengendalian perkara berada di tangan para Jaksa yang ada di lingkungan tersebut.

“Saudara sekalian bercermin dari peristiwa di Karawang, saya minta Kajati dan Kajari dapat mengevaluasi dan memonitor pemahaman dan kepatuhan para Aspidum dan Aspidsus serta Kasi Pidum dan Kasi Pidsus terhadap Pedoman No. 3 Tahun 2019 tersebut,”pungkasnya.  (**).

Editor : Nikson Juntak.

Pos terkait

Konten berbayar berikut dibuat dan disajikan oleh advertiser. Wartawan Telisiknews.com tidak terlibat dalam aktivitas jurnalisme artikel ini.