Benarkah Perusahan PT BBI asal Norwegia Merugi karena di Palsukan Labuh Tambat ?

TELISIKNEWS COM,BATAM – Saksi Herman Alexander Schultz alias Alex Schultz warga negara Norwegia selaku Direktur PT Baruna Bahari Indonesia (PT BBI) dan sesuai akta pendirian notaris Putut Mahendra dengan nomor : 09 tanggal 23 Pebruari 2009, alamat kantor gedung Dana Graha lt. 3 Room 305 Jodoh Nagoya.

Perusahaan Asing ini bergerak dalam bidang jasa penambatan kapal dan jasa pelayanan kepelabuhan laut, dan  melakukan kerja sama dengan terdakwa I Ibnu Hajar selaku Kepala Cabang PT Tri Sakti Lautan Mas Batam berdasarkan Akta Pembukaan Cabang dan Kuasa Direksi nomor : 61 tanggal 26 Juli 2010 dibuat di hadapan Notaris Shinta Cristiana.

Bacaan Lainnya

Perusahaan cabang ini juga beralamat
Lantai I Gedung Dana Graha 103 Jodoh Nagoya Batam yang bergerak dalam bidang pelayaran dan agen kapal.
Untuk mengembang sayapnya di Indonesia khususnya di Batam, maka kerja sama antara PT Baruna Bahari Indonesia Batam dengan PT Tri Sakti Lautan Mas Cabang Batam dimulai sejak tahun 2010.

Salah satu bentuk kerja samanya yaitu; jasa penambatan kapal dan jasa pelayanan kepelabuhan laut antara PT Baruna Bahari Indonesia Batam dengan PT Tri Sakti Lautan Mas Cabang Batam dibuatkan Letter Of Appointment (LOA) atau Surat Penunjukkan Keagenan.

PT Baruna Bahari Indonesia atau Save Haven Maritim Pte.Ltd mendapatkan pekerjaan dari pemilik kapal asing.  Kemudian PT Tri Sakti Lautan Mas Cabang Batam ditugaskan untuk melakukan pekerjaannya berupa pengurusan labuh tambat kapal asing yang bersandar di perairan Rempang Galang BP Batam. Termasuk pengurusan izin-izin dan pembayaran terhadap Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) seperti ke BP Batam, Imigrasi, Syahbandar, Bea dan Cukai serta Karantina.

Dalam dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Batam, Rosmalina Sembiring menerangkan bahwa, saksi Herman Alexander Schultz selaku Direktur PT Baruna Bahari Indonesia dengan terdakwa I Ibnu Hajar selaku Kepala Cabang PT Tri Sakti Lautan Mas Batam, berkewajiban membayarkan semua kegiatan yang dilakukan PT Tri Sakti Lautan Mas berdasarkan invoice atau tagihan yang diajukannya.

Kemudian, PT BBI berkewajiban membayarkan komisi agen, biaya transportsasi dan komunikasi sesuai yang telah disepakati kedua belah pihak. Untuk PT Tri Sakti Lautan Mas Cabang Batam berkewajiban melakukan pengurusan terhadap izin-izin dan pembayaran terhadap Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) terhadap instansi-instansi terkait.

Sistemnya yaitu: mengajukan invoice atau tagihan kepada PT BBI terhadap hasil pekerjaannya dan memberikan semua bukti yang sah terhadap hasil pekerjaannya kepada PT BBI. Kata Rosmalina dalam sidang perdana di Pengadilan Negeri Batam.

Lanjut Rosmalina, terdakwa Ibnu Hajar bersama dengan Sari mengajukan tagihan invoice kepada PT BBI terhadap faktur jasa labuh tambat kapal.

Terhadap 8 kapal yang berlabuh di perairan Batam dalam kurun waktu Desember 2012-Juni 2016 dengan menggunakan perhitungan 1 X GT x 0,082 x 50 persen melampirkan bukti berupa nota pemakaian jasa kapal.

Namun Labuh-tambat itu palsu yang seolah-olah dikeluarkan BP Batam, dengan nilai yang terlampir dalam nota telah dinaikkan dari pembayaran yang sebenarnya yang terdakwa bayarkan kepada BP Batam.

Perbuatan terdakwaI Ibnu Hajar bersama-sama dengan Terdakwa II Sarie Dwiastuti binti Mubandi (alm) diatur dan diancam pidana dalam pasal 378 KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP. Kata Rosmalina Sembiring, Kamis(16/5/2019).

Sementara kuasa hukum terdakwa 1, Alfonso Napitupulu mengatakan bahwa, kesepakatan antara saksi Herman Alexander Schultz dengan terdakwa I Ibnu Hajar  hanya sebatas Lisan tanpa ada perjanjian yang mengikat kedua belah pihak.

‘PTBBI dan PT Tri Sakti  Lautan Mas Batam hanya memiliki kesepakatan secara lisan saja. Terkait pembayaran
agency fee, biaya transportasi dan komunikasi serta handling fee dll, itu masih pendalaman. Apakah itu benar terjadi?,” kata Alfonso.

Terdakwa Ibnu ini saat mengikuti sidang pertamanya dalam kondisi sakit, karena dia memiliki riwayat sakit Jantung. Disamping itu dia juga punya penyakit ginjal dan strok.

“Atas penyakitnya tersebut, kami telah ajukan permohonan penagguhannya agar dapat dikabulkan,” pinta Alfonso.

Dilansir dari Kominfo.kepriprov.go.id, dengan Keputusan Dirjen Perhubungan Laut nomor : PP 001/1/20/DTPL-180 tentang pencabutan keputusan Direktur Jendral Perhubungan Laut tentang persetujuan batas-batas perairan untuk kegiatan lay up di pulau Galang dibawah pengawasan kepelabuhanan kota Batam.

“Izin tersebut di cabut karena kegiatan lay up tersebut sama sekali tidak berdampak pada peningkatan pendapatan Asli Daerah Provinsi Kepri,” ujar Kepala Dinas Perhubungan Provinsi Kepri Jamhur Ismail.

Tak hanya itu, lanjut Jamhur pencabutan izin usaha lay up ini juga dilakukan untuk langkah pembersihan titik-titik koordinat tempat berlabuh lay up di perairan Galang .

“Kita putih kan perairan kita, Nanti kedepannya untuk penetapan izin selanjutnya harus sesuai dan mengacu dengan Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (RZWP3K) untuk mengatur pengelolaan perairan laut tersebut,” ujar Jamhur.

Jamhur juga mengatakan bahwa pencabutan izin ini juga sesuai dengan aturan dan perundang-undangan yang berlaku.

“Nantinya semua pengelolaan perairan di laut ini harus sesuai Peraturan Pemerintah (PP) serta perda RZWP3K yang saat ini masih berada di pusat,” ujar Jamhur

Adapun disampaikan Jamhur, untuk 9 titik izin Usaha yang dicabut berasal dari  PT Bias Delta Pratama, PT Baruna Bahari, PT Sarana Citra Nusa Kabil, PT Daya Maritim Internasional dan  PT Baruna Bakti Utama. (Diterbitkan 11 April 2019).

Nikson Juntak

Pos terkait

Konten berbayar berikut dibuat dan disajikan oleh advertiser. Wartawan Telisiknews.com tidak terlibat dalam aktivitas jurnalisme artikel ini.