Pihak Lain Tidak Hadir, Akte Notaris Dibuat Terdakwa Tjipta Fudjiarta Tidak Sah

TELISIKNEWS.COM,BATAM – Guru besar Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogjakarta, Prof. DR. Nindyo Pramono dihadirkan sebagai saksi ahli oleh JPU untuk memberikan keahliannya, terkait perkara penipuan atau penggelapan dan keterangan palsu oleh terdakwa Tjipta Fudjiarta.

Saksi ahli menerangkan soal akte yang  dibuat notaris dan diperlihatkan oleh penyidik Bareskrim Polri. Dimana salah satu pihak tidak hadir di depan notaris, sehingga menurut ahli akte otentik itu batal demi hukum. Disamping itu, kalau tidak dibacakan didepan para pihak maka akte otentik tidak sah atau gugur.

Bacaan Lainnya

Pasal 38 UU jabatan Notaris tahun 2004 dan kemudian diperbaiki oleh UU tahun 2014 tentang UU jabatan Notaris. Pasal ini bersifat infraktif dan kumulatif artinya, satu saja unsur yang tidak dipenuhi maka kualifikasi akte otentik tersebut batal demi hukum. Tegas Prof. Nindyo,Jumat (24/8/2018).

Selanjutnya, dalam pasal 40 UU jabatan Notaris yang menyatakan: kalau itu kemudian ditanda tangani para pihak dan para pihak sepakat/setuju maka kualifikasi akte itu hanya akte dibawah tangan.

“Akibat akte notaris yang tidak dibacakan didepan para pihak maka kualifikasi otentiknya gugur. Kemudian ditanda tangani para pihak, mungkin dia hadir belakangan atau ditanda tangani hari kemudian dan seterusnya ini disepakati pihak lawan, sebagai (alat pembuktian) maka salah satu pihak sudah ada yang berprestasi dalam jual beli,” kata ahli.

Beda halnya, jika maknanya itu terkait pinjam meminjam, maka uang yang ditransfer itu adalah uang pinjaman. Kalau uang pinjaman akibat hukumnya uang pokok dari pinjaman itu, kalau dijanjikan juga ada bunga maka bunganya yang harus dibayarkan. Tegasnya.

Terdakwa mengaku telah melakukan pembayaran penuh namun fakta rillnya tidak dibayarkan. Menurut ahli hal ini akibat akte otentik yang cacat itu dan kemudian hanya berkualifikasi menjadi akte dibawah tangan. Sementara pada saat di drive sebagai akte otentik dalam praktek biasanya dikatakan bahwa, akte ini berfungsi sebagai tanda pembayaran yang sah. Dan itu praktek notariat yang terjadi di mana – mana.

Namun kenyataanya, begitu macet berkualifikasi dibawah tangan dan kemudian yang dikatakan bahwa ini menjadi kuitansi yang sah. Kalau disangkal pihak lain atau pihak lawan yang mengatakan belum pernah memberikan kuitansi atau belum pernah menerima pembayaran, pasti ini menjadi sengketa. Tegasnya.

Berita sebelumnya, ahli hukum pidana, Prof DR.Muzakir juga dihadirkan di persidangan perkara terdakwa Tjipta Fudjiarta. Dalam keterangan ahli mengatakan bahwa, kasus tindak pidana dugaan penggelapan dan penipuan ini dapat dikategorikan Etikat buruk kriminal. Dimana niat dari seseorang telah ada persiapan dengan cara meminjamkan uang kepada orang lain dengan tujuan untuk dialihkan ke pembelian saham.

Pinjam meminjam uang hingga beralih pembelian saham. Seharusnya yang diselesaikan adalah pinjaman itu  bukan beralih untuk mengklaim  pembelian saham hotel BCC. Terang Muzakir, Jumat (3/8/2018) lalu. Pungkasnya.

Inilah yang terjadi dalam kasus hotel BCC, saksi Conti Chandra selaku pemilik saham, pendiri hotel BCC dan PT BMS meminjam uang pada terdakwa Tjipta Fudjiarta sebesar Rp 27 milyar. Etikat buruk kriminal dari terdakwa ini sudah ada dengan mengalihkan ke pembelian saham sampai hotel BCC dikuasainya hingga sekarang.

Nikson Juntak

Pos terkait

Konten berbayar berikut dibuat dan disajikan oleh advertiser. Wartawan Telisiknews.com tidak terlibat dalam aktivitas jurnalisme artikel ini.