Ahli Sebut, Pasal 480 ayat (1) KUHP Tidak Terpenuhi Unsur Mens Rea Dalam Perkara Terdakwa Usman Cs

TELISIKNEWS.COM,BATAM – Untuk mencari keadilan dalam perkara besi scrap PT Ecogreen Kabil yang di beli oleh terdakwa Usman alias Abi, Umar dan Sunardi. Penasehat hukum terdakwa ini hadirkan  tiga orang ahli pidana. Sementara ahli dalam BAP, tidak dapat dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Wahyu.

Ahli hukum pidana dari Univeritas Nomensen, Medan, Sumatera Utara, Prof. Dr. Maidin Gultom, SH, MHum menyatakan bahwa, kasus dugaan penadahan oleh para terdakwa tak layak disidangkan, karena pasal 480 ayat (1) KUHP tidak terpenuhi unsur mens rea serta adanya etikat baik.

Bacaan Lainnya

Unsur mens rea adalah sikap batin pelaku pada saat melakukan perbuatan. Dimana para terdakwa membeli barang tersebut dengan harga wajar dan tidak sembunyi-sembunyi.

Dalam keterangan ahli, Prof. Maidin Gultom SH.M.Hum, menyampaikan bahwa, terhadap ketentuan Pasal 480 KUHP terdapat rumusan penadahan dalam ayat (1) yang mempunyai unsur-unsur. Ada unsur obyektif: perbuatan kelompok 1 yaitu: membeli, menyewa, menukar, menerima gadai, menerima hadiah atau kelompok dua.

Dan untuk menarik keuntungan dari menjual, menyewakan, menukarkan, menggadaikan, mengangkat, menyimpan dan menyembunyikan dan unsur-unsur subyektif, yang sepatutnya dapat diduga bahwa benda tersebut didapat dari sebuah kejahatan. Tuturnya.

Kemudian Profesor ini menjelaskan bahwa, pembeli ada niat baik, membeli dengan harga wajar dan dilakukan transaksi jual beli di siang hari, sesuai jam kerja perusahaan dan ada lagi kesepakatan dengan penjual sehingga tidak ada unsur melawan hukum.

“Keuntungan yang dianggap tidak wajar, sehingga patut diketahui pembeli, keuntungan wajar berarti belum tentu penadahan. Kecuali, harga tidak wajar seumpama harganya dibawah harga pasar, transaksi malam hari itu perlu dicurigai pembeli barang tersebut karena terindikasi kemufakatan jahat,” sebut ahli di Pengadilan Negeri Batam dalam sidang pemeriksaan saksi ahli, kasus penadah besi scrap PT Ecogreen Kabil dihadapan ketua majelis hakim Sri Endang Amperawati NIngsih, S.H, M.H didampingi dua hakim anggota lainnya.

Sebagai ahli yang diminta penyidik ketika itu, ia menyampaikan bahwa perkara tak layak dilanjutkan, dimana sesuai fakta-fakta itu harus di katakan bahwa tak ada Mens Rea yang terkandung dalam peristiwa dan perbuatan saat membeli yang merupakan dalam hal ini halaman 51.

“Tidak memenuhi mens rea, hal ini dapat diketahui dan hal persiapan membeli dan merupakan adanya etikad baik dan tidak ada unsur melawan hukum. Artinya, tersangka tidak mengetahui atau tidak menyangka barang itu berasal dari kejahatan atau tidak dapat menduga, mengira, mencurigai barang itu adalah hasil kejahatan bukan barang perusahaan,” tegasnya.

Selain itu, kata ahli bahwa semua, kesimpulannya, makanya ia tidak berbicara fakta dalam persidangan ini. Biar mereka panggil sebagai ahli pidana padahal ia sebenarnya ahli dalam BAP penyidikan.

Selanjutnya, ia tetap konsisten, sebagai Ketua Asosiasi Profesor Doktor Hukum Indonesia (APDHI) Bagian Utara, selalu ia katakan pada mereka bahwa petugas adalah penegak kemaharan dan keadilan.

“Itu intelektual hukum, jadi mudah-mudahan, saya yakin seyakin-yakinya bahwa hukum itu betul-betul ditegakkan. Dan saya juga merasa lega, namun bukan mempengaruhi ya,” ungkapnya.

Sementara PH terdakwa Usman menanyakan ahli terkait barang bukti yang tidak ada, baik yang digunakan dalam kasus terdahulu pidana pencurian maupun dalam kasus penadahan yang sedang berjalan saat ini.

Jawab ahli, dalam hal penyidikan bahwa ada peristiwa pidana, kumpulkan barang-barang bukti untuk membuat terang, dengan peristiwa pidana itu bisa ditemukan tersangka bahwa ada barang bukti.

“Jadi saya pikir, ada peristiwa pidana, barang buktinya apa?. Dan ada juga alat bukti, jadi barang bukti dan alat bukti harus dibedakan. Barang bukti itu membuat terang peristiwa pidana, sedangkan alat bukti apakah alat bukti membuktikan terdakwa bersalah atau tidak di pengadilan dan wajar dijadikan tersangka atau tidak, itu dipenyidikan,” terangnya.

Ahli contohkan, kasus pembunuhan, apakah dibunuh dengan senjata tajam, tumpul atau senpi, itu barang bukti dan bisa ditampilkan. Tapi pembunuhan dan santet kan susah dibuktikan. Makanya diperlukan keduanya untuk mengumpulkan barang bukti, sehingga tindak pidana apa yang terjadi, lalu siapa tersangkanya, minimal dua alat bukti. Tegasnya.

Terhadap keterangan ahli, JPU Wahyu mengilustrasikan sebuah kayu, dimana untuk memotong kayu dikasih ke si C, tanpa persetujuanya si C menjual ke D. Apakah C dapat dikenakan tindak pidana?.

Pertanyaan yang dilontarkan JPU kepada ahli sempat ada perdebatan. Dimana pertanyaan JPU kembali ditanyakan ahli, tindakan pidana apa sekarang? tujuannya memotong atau menjual? Ya pencurian jawab JPU.
Dari mana pencurian? Tak boleh pencurian? Balik ahli bertanya, okey itu pengelapan kata JPU lagi.

Hal itu ditengahi Majelis Hakim Ketua. “Jika bisa dijawab, silahkan dijawab saja dan coba luruskan saja, kami tidak punya kepentingan apapun,” kata Hakim Majelis.

Kemudian, JPU bertanya lagi, apakah pendapat ahli dapat membatalkan putusan tetap. Putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap?. “Saya pikir tidak perlu saya jawab,” kata ahli.

DR. Yudhi Priyo Amboro, S.H., M.HUM

Selanjutnya, ahli DR. Yudhi Priyo Amboro, S.H., M.HUM. Ia mengatakan, adanya pembelian barang karena adanya kesepakatan antara penjual dan pembeli, sesuai dengan harga yang ditentukan dan perjanjian. Terlepas pembayaran, apakah itu dari sisi transaksi pembayarannya langsung lunas sesuai dengan timbangan.

“Intinya sesuai kesepakatan antara penjual dan pembeli,” ujarnya.

Namun ketika ditanyakan PH terdakwa Usman, terkait pencabutan keterangan ahli dalam BAP pertama. “Pencabutan itu saya lakukan karena adanya terjadi perubahan. Fakta pertama, penguasaan berbeda yang mulia, barang dikuasai pelapor. Sementara fakta kedua dalam BAP, barang dikuasai oleh penjual,” sebut ahli.

Sementara ahl Dr. Musa Darwin Pane, SH., MH. Ia menerangkan bahwa  perjanjian jual beli atas nama perusahaan (PT) dengan perusahan, tidak masuk dalam hukum pidana melainkan masuk dalam hukum ke perdataan.

“Jika atas nama perusahaan, penerapan Pasal 480 tentang pidana penadahan, penerbitan, dan pencetakan terhadap para terdakwa tidak bisa diterapkan kecuali transaksi jual belinya dilakukan atas nama perorangan,” pungkasnya.

Editor ; Nikson Juntak

Pos terkait

Konten berbayar berikut dibuat dan disajikan oleh advertiser. Wartawan Telisiknews.com tidak terlibat dalam aktivitas jurnalisme artikel ini.